Selasa, 05 Maret 2019


Ageng Pramudayu

Hasil gambar untuk menari


Seorang wanita cantik yang lahir di tengah hutan. Keluarganya sangatlah sederhana. Ia tinggal bersama ayah dan ibunya. Hanya mereka bertiga di tengah hutan. Untuk memenuhi kebutuhan mereka biasanya menanam apa yang bisa dimakan. Seperti umbi umbian atau sayur yang tumbuh di dalam hutan. Terkadang ayahanda pergi sesekali ke luar untuk mencari kebutuhan lain. Ayahnya tak mungkin bisa membeli, biasanya jika ingin keluar maka mereka akan membuat barang yang bisa digunakan orang lain sehingga laku dijual. Lalu ayah akan barter dengan barang lain.
Ageng tak pernah sekalipun keluar dari hutan itu. Ia dan ibunya selalu bersama sama di rumah atau jika pergi hanyalah sekadar berkebun di samping rumah.

Setiap malam disaat ayah dan ibunya telah terlelap kelelahan Ageng akan naik ke atap rumah dimana di atap tersebut Ageng bisa menatap puas bintang-bintang yang ramai di langit. Ageng menatap dengan penuh kehampaan. Menghitung hitung untuk menghilangkan perasaan kosong itu. Terlalu banyak yang mampu ia hitung, semakin membuatnya mempertanyakan mengapa ia tidak seperti bintang yang memiliki banyak jenisnya. Bintang tak sendiri. Berbeda dengannya yang cuma bisa lihat ibu dan ayahnya, cuma ada tiga. Seperti tidak ada lagi manusia lain yang  bisa ia temui.

Kelap kelip bintang adalah senandung baginya. Biasanya Ageng akan berdiri menatap fokus ke langit lalu bermain suara mengikuti kerlipan bintang.
Dengan senandung yang ia buat tubuhnya pun tak bisa menguasai untuk tetap diam. Dari gerakan tangan ia mencoba untuk mencari gerakan ternyaman sesuai seperti nada yang terhentak dibuatnya. Kaki nya pun tergoda untuk memposisikan seelok mungkin mengikuti irama kelap kelip bintang.

Tanpa sadar ia menggerakan seluruh anggota badannya. Angin menerpa semakin mendukung menarikan rambutnya. Nada nada alam yang bersatu dengan keparasan seorang wanita Ageng Pramudayu.
Ia sangat anggun. Bahkan jangkrik pun jatuh cinta.
Semakin ia merasa kosong. Semakin ia bertanya tanya tentang perasaan hampanya. Semakin ia keluarkan kedalam gerakan kaki, tangan, kepala, dan lenggokan tubuhnya.
Ia menari di bawah langit..
Ia mempelajari sendiri berbagai gerakan. 
Setiap malam ia selalu bergerak mengikut irama kelipan bintang. Ia bisa hafal setiap ada irama yang sama.
Hanya ia sendirilah yang mampu merasakan akan kekuatan gerakan ini.

Suatu hari ayah kembali dari luar hutan membawa berbagai macam perlengkapan masakan. Berbagai bawang dan bumbu dapur yang aromanya sangat menyegarkan hidung. Ageng membantu membereskan apa yang sudah dibawa ayahnya tersebut. Saat sedang membongkar bungkusan, Ageng mendapati sebuah lembaran di dalam kantong itu. Ia membaca dalam hati.

SAYEMBARA

Untuk merayakan hari ulang tahun Ratu,
maka kerajaan mengadakan perlombaan. 
Bagi yang mampu menyenangkan Ratu,
maka akan mendapatkan hadiah terbaik dari Ratu


Ageng sering diceritakan oleh orangtuanya bahwa mereka tinggal dibawah kekuasaan Raja dan Ratu. Namun itu semua hanya lewat cerita tanpa pernah ia melihatnya. Ibu dan ayahnya mengatakan bahwa mereka orang tidak berpunya, dan tidak memiliki kemampuan apapun, namun akan kebaikan Raja dan Ratu membawa ayah dan ibunya memiliki tempat dan tinggal di dalam hutan. Tanpa harus membayarnya.

Saat Ageng masih terpana melihat dengan lekat kertas yang ia pegang, ayahnya mengagetkannya,”Ratu sudah mau bertambah umur lagi saja.”
“iya ini kan sudah berganti tahun. Anak kita pun sudah sebesar ini.”, ibunda mendekat dan membelai rambut pekat Ageng.
“Yah, bisakah kita kesana menemui Ratu?”, Ageng sontak bertanya. Mempertanyakan yang selama ini menjadi rasa penasaaran ia. Mungkin kali ini adalah kesempatannya.
Ayahnya hanya menggeleng tertunduk.
‘Kenapa”, kening Ageng berkerut. “bukankah Ratu orang yang baik seperti yang sering ibu ceritakan?”
“Justru karena beliau terlalu baik. Kita kesana tak bisa memberikan apa-apa Pramudayu.”
“Aku bisa.” Mata Ageng berbinar, mungkin kali ini bintang kalah bersinar.
Ayah dan ibunya bingung. “Ayah dan ibu ikut aku nanti malam.”, Ageng berkata mantap.

Bintang-bintang mulai bermunculan, Ageng mengajak ayah dan ibunya ikut ke atas atap. Mempersilahkan keduanya duduk rapi di tepi.
Sedang Ageng menatap, mencoba menghitung-hitung, mengabsen bintang yang biasa ia temui. Menoleh sesaat ke arah ayah dan ibunya. Memastikan mereka menatap ke Ageng. Ageng ingin menunjukkan dirinya. Ayah dan ibunya memperhatikan dengan penuh tanda tanya.
Ageng menjetikan jarinya, menatap ke langit lagi, mulai bersenandung mengikuti kelap kelip bintang. Seperti biasa, ia sudah hafal dan terlatih melenggokan kaki di atas atap. Ia mulai mengikuti arus cahaya bulan, ia mulai menghempaskan tubuhnya di udara, di keributan angin yang membelai rambutnya, dan merasakan dengkuran jangkrik yang ikut menikmati gerakannya.
Ia merasakan ayah dan ibunya menatap terpana kepadanya, ia tersenyum, Ageng merasa berhasil mampu mengajak rasa ayah dan ibunya pun mulai ikut menari bersamanya.
Sudah merasa lelah Ageng mulai memperlambat geraknya, dan menutupnya dengan melambai ke langit.

Ayahnya langsung spontan berdiri, bertepuk tangan, disusul ibunya.
“kita besok ke tempat Ratu.”
Ageng tersenyum, dirinya sukses membuat orangtuanya percaya, dia mampu memberikan hiburan terbaik untuk Ratu.
Pagi hari ayah ibu dan ageng berangkat menuju singgasana sang Ratu.
Baru kali itulah, Ageng merasakan perjalanan jauh. Kakinya sudah tidak keruan rasanya. Namun hatinya yang berdegub kencang, membuat ia lupa kalau kakinya sedang berontak ingin berhenti. Setelah keluar dari hutan yang penuh dengan pepohonan, akhirnya Ageng melihat rumah lain yang mirip dengan rumahnya, hanya saja rumah ini ada banyak. Seperti bintang yang ia lihat setiap malam, yang memiliki kawan. Ia juga melihat banyak manusia yang seperti dirinya, ayahnya maupun ibunya. Ia terpana.

Sejenak ayahnya mengajak ia dan ibunya mencari tempat berteduh untuk sekadar minum dan sedikit makan mengisi tenaga. Riuh suara yang tidak pernah Ageng dengar, mulai menggelitik kehampaannya selama ini. Dalam hatinya ia berjanji akan melakukan yang terbaik. Jika ia berhasil membuat hiburan terbaik untuk ratu pastilah Ratu mengijinkan ia dan keluarganya tinggal di kerajaan. Tak di hutan lagi yang sepi.

Sesampainya, kondisi kerajaan dipenuhi penduduk yang ingin menunjukkan hiburan kepada Ratu.
Banyak sekali yang membawa hadiah untuk Ratu. Dan masih ada yang sedang menunjukkan eksistensinya di depan Ratu. Ada yang menyanyikan lagu untuk Ratu. Ada yang sekadar ingin bersalaman. Ada yang berteriak mengucapkan ulangtaun. Ageng merasa kesulitan untuk ikut berdesakan. Beruntung ia bersama ayahnya, ayahnya menjaga dia dan ibunya dengan baik. Akhirnya ageng bisa ikut mengantri di tempat antrian pertunjukkan hiburan. Ia terpisah dengan ayah ibunya, karena ia akan menari sendiri nanti. Ayah ibunya akan mencari tempat untuk menonton dari dekat.

Ageng merasa sangat grogi. Hingga tiba ia diujung baris terdepan menuju panggung di hadapan ratu. Tiba di panggung, ia memberikan salam senyuman manisnya.
Ratu dengan keramahannya meminta Ageng untuk memperlihatkan bakatnya tersebut. Ageng mengiyakan dan memulai memejamkan mata, ia mencoba menghadirkan bintang-bintang di dalam fikirannya. Memulai menghitung satu demi satu kelipannya. Dan memulai gerakan seperti biasa ia lakukan.

Ia berharap, kehampaan dan kesepian yang sudah ia rasakan bertahun-tahun mampu menggugah setiap hati dengan gerakannya. Ia hanya ingin menyampaikan apa yang dirasakan selama ini. Dan semua itu ia bisa melepasnya. Ia mulai merasakan keberadaan ayah dan ibunya yang sedang menontonnya, mulai ikut menikmati gerakannya yang bersenandung dengan alam sekitar. Ratu yang sedari tadi hanya menatap kosong setiap para penampil, kali ini ikut merasakan kehampaan itu. Ratu pun berdiri menatap Ageng.
Ageng berhasil.

Sang Ratu merasa puas. Dan Ageng naik tahta sebagai pegawai kerajaan. Sang Ratu pun tak segan menitahkan supaya Ageng bisa melatih anak anak bangsawan. Ageng pun merasa senang dan merasa sangat bahagia. Kehampaannya selama ini akhirnya membuahkan hasil. Setidaknya ia tak menyesal pernah tinggal di hutan yang gelap dan sepi itu. Nyatanya ia mampu, ia memiliki bakat yang bahkan Ratu pun suka.

-milik_naru, 6/3/2019-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(: