Putri dan Ranting
Namanya Putri Malu. Sebut saja begitu. Putri mengagumi
seseorang. Namanya Ranting. Sebut saja begitu. Putri mengenalnya, begitu juga Ranting.
Mereka satu sekolah.
Di sela istirahat, Putri bertemu dengan Ranting, di kantin.
Saat Putri mau membayar makanan, Ranting sigap membayarkan makanan Putri. Tanpa
ijin kepada Putri, Ranting menyodorkan uang ke penjual. Putri tidak bisa
berfikir sesaat, ia merasa terbang, lalu terkatup disentuh kisah ini. Putri
berusaha biasa saja. Padahal hatinya sudah lebur. Ranting memang baik. Tetapi baiknya
Ranting bagi Putri adalah sesuatu.
Mungkin bagi orang hal ini biasa saja. Namun bagi Putri yang
mengagumi Ranting, ini hal yang luar biasa membuatnya gugup. Putri berusaha
menutupi kegugupannya dengan diam. Karena Putri tidak tahu harus bersikap
bagaimana.
Lalu mereka makan bersama. Tidak banyak kata. Hanya bicara
seperlunya. Banyak memfokuskan ke makanan masing-masing. Putri merasa hanya dengan Ranting,
ia jadi sangat diam. Bisa bersama Ranting, Putri merasa sangat senang. Putri tahu
apa yang dirasakannya. Rasa bahagia muncul hanya sekadar memperhatikan
seseorang yang diakaguminya. Namun sayang sekali, Putri tidak bisa memanfaatkan
keadaan, ia banyak diam tidak berkutik, mungkin jam dinding pun menertawakannya.
Putri malu. Jadi dia tak bisa bicara banyak. Kemungkinan Ranting jenuh, pikir Putri.
Semakin hari Putri jadi semakin sering melihat Ranting.
Bukan kebetulan, hanya Putrinya saja terlalu memperhatikan. Setiap sudut yang ia
cari hanya Ranting. Keberadaan lain seperti terasingkan. Hanya sebab itu Putri
merasa sering melihat Ranting dibandingkan yang lain. Putri tidak sadar, bahwa
alam sadarnya mungkin sudah dipenuhi Ranting.
Putri semakin ingin tahu. Namun Putri juga menjadi semakin
ingin menjauh. Putri terlalu malu mendekat. Putri menjadi semakin tidak mampu
berkata kalau ada Ranting. Beruntung Ranting baik. Setidaknya Ranting dekat
dengan teman-teman Putri. Putri jadi masih bisa melihatnya meskipun Putri hanya
menjadi pemeran pembantu.
Semakin lama, Ranting semakin baik. Ranting jadi lebih
sering menyapa Putri. Putri selalu merasa tersentuh. Semakin ia tersentuh
semakin ia menutup dirinya. Putri jadi lebih tidak bisa berkutik lagi.
Hari-hari sekolah Putri hadapi dengan kasmarannya pada
Ranting. Meski ia menjadi tak berani, tetapi ia menikmati. Yang terpenting bagi
Putri, ia masih bisa melihat Ranting. Tahu keberadaan Ranting dimana, sedang
apa, dan selalu memantau apapun berita tentang Ranting. Putri menjadi semangat
ke sekolah. Ia selalu menjaga Ranting dari pengamatannya. Begitulah Putri
menjalani kisahnya di sekolah.
Hingga tahun ajaran baru dimulai kembali. Putri berangkat
pagi sekali, bersemangat menemui sekolahnya. Sebenarnya bersemangat untuk bertemu
kembali dengan Ranting. Dan doa Putri terkabul, tahun ajaran baru ini orang
yang pertama kali ia temui adalah sosok yang dikaguminya itu. Putri berpapasan
lagi dengan Ranting, setelah beberapa minggu tidak bertemu. Ranting menggendong
tasnya, dengan tangannya memanggul sebuah amplop. Tetapi ada yang berbeda, Ranting mengenakan pakaian bebas. Terpampang tanda tanya yang besar di benak Putri.
“eh Put.. Hai.”, sapa Ranting.
“hai, kok pake baju bebas gitu?” Putri terlalu penasaran jika tidak
bertanya, dan membuat dia kelepasan bertanya.
“Ah, saya mau pindah sekolah. Ini amplop berkas pengurusan
pindahan. Ketinggalan jadi saya ambil pagi-pagi gini.” Ranting tersenyum sedih
menatap Putri. Putri tidak tahu lagi harus berkata apa, jantungnya terlalu berdegub.
Putri langsung cepat bertanya lirih,”Mau kemana?”
Ranting menelan ludah, menarik nafas,” Ke luar negeri.”
“Ahh, wow” Putri menahan sesak didadanya.
“saya buru-buru Put, saya harus mengejar pesawat.”
“harus hari ini?”
“Iya. Maaf ya. Salam buat yang lain. Saya kan belum sempat
pamit ke yang lain.”
Putri mengangguk. Masih menahan sesak. Berusaha untuk tidak
menangis.
“Jangan kangen ya.” Ranting menepuk pundak Putri. Kata-kata
perpisahan itu membuat Putri tersentuh lagi. Lagi-lagi ia menjadi tidak
berkutik. Putri Malu mengatup. “Hahahaa.” Putri hanya bisa membalas tawa
meledek ke Ranting. Akankah Ranting bisa
tahu apa yang dirasakan sebenarnya. Ranting melambaikan tangan ke Putri, Putri
pun membalasnya sambil tersenyum.
"Jangan lupa balik lagi." teriak serak Putri untuk yang terakhir kalinya.
"Pasti." Ranting mengacungkan jempolnya, bergegas keluar gerbang sekolah.
Banyak sekali yang ingin Putri sampaikan, sangat banyak. Jantung yang tidak mau tenang membuat kata-kata tidak mampu terucapkan.
"Jangan lupa balik lagi." teriak serak Putri untuk yang terakhir kalinya.
"Pasti." Ranting mengacungkan jempolnya, bergegas keluar gerbang sekolah.
Banyak sekali yang ingin Putri sampaikan, sangat banyak. Jantung yang tidak mau tenang membuat kata-kata tidak mampu terucapkan.
Ia menatap punggung Ranting. Bumi yang bulat membuat Ranting
semakin tidak terlihat. Putri tidak menangis. Entah nanti di kamar.